Threshold Sebagai Peringatan Dini Inflasi



Oleh : Khairiyah Rizkiyah, SST

 Staff di Badan Pusat Statistik Prov. Maluku Utara

Thershold Sebagai Peringatan Dini Inflasi_Malut Post






Inflasi selama ini masih menjadi salah satu indikator utama dalam penentuan kebijakan ekonomi makro pemerintah. Pada Desember 2017, BPS mencatat Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 1,29 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 132,84. Sedangkan nasional mengalami inflasi sebesar 0,71 persen degan IHK sebesar 131,28. BPS juga mencatat Inflasi tahunan (yoy) Kota Ternate adalah sebesar 1,97 persen dan inflasi tahunan Nasional adalah sebesar 3,61 persen. Angka ini dianggap aman karena masih dibawah target APBNP yang sebesar 4,3 persen.
Pada rilis inflasi tanggal 2 Januari 2018, kepala BPS RI Suhariyanto menyatakan bahwa inflasi sepanjang tahun 2017 dipengaruhi oleh harga-harga yang diatur pemerintah (administered price) yang tercatat sebesar 8,7 persen secara tahunan. Hal ini utamanya dipengaruhi oleh penyesuaian tarif dasar listrik bagi golongan 900 VA non subsidi. Suhariyanto melanjutkan, kenaikan harga bahan pangan (volatile food) terjadi di akhir tahun, dimana inflasi bahan makanan di bulan Desember saja tercatat 2,26 persen secara bulanan. Lanjutnya, belajar dari tingkat inflasi tahun 2017, Indonesia bisa mengendalikan inflasi tahun berikutnya jika mampu melihat pola pergerakan harga.


Early Warning System pada Inflasi
Pengendalian inflasi merupakan salah satu dari dua tumpuan ekonomi disamping pertumbuhan ekonomi. Selama ini, pengendalian telah dilakukan di Indonesia dalam berbagai bentuk. Mulai dari mewujudkan strategi 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, komunikasi yang efektif) sampai dengan mengintegrasikan roadmap pengendalian inflasi dengan rencana kerja pemerintah tingkat pusat hingga tingkat daerah. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sudah lama dibentuk sebagai salah satu agen pemerintah untuk tujuan khusus ini.
Meski pada inflasi tahun 2017 pengendalian harga pangan sudah dianggap mumpuni karena tidak lagi menjadi penggerak utama inflasi seperti pada tahun 2016, namun tindakan pengendalian tentu harus tetap dipertahankan sebagai persiapan menghadapi perkembangan ekonomi yang terus bergerak maju dari tahun ke tahun. Salah satu isu utama untuk dapat mempertahankan pengendalian inflasi utamanya pada kelompok pangan adalah dengan mengetahui pola kenaikan harga yang selama ini terjadi.
Pada tahun 2016, Bank Indonesia (BI) mengembangkan sebuah sistem informasi berbasis web yang memuat data harga pangan daerah. Aplikasi ini diberi nama Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Sistem ini kemudian diperkenalkan pada tahun 2017 sebagai aplikasi yang dapat digunakan untuk mengurangi kesenjangan informasi harga antara produsen dan konsumen. Pada sistem ini masyarakat bisa melihat perbandingan harga sepuluh komoditas pangan strategis setiap daerah di Indonesia, bahkan pada level harian (day to day). BI menyatakan sistem ini berguna untuk memberikan sinyal awal terjadinya gejolak harga di setiap daerah secara nasional atau sebagai early warning system (EWS) terhadap inflasi yang tengah terjadi. Penguatan kualitas data PIHPS merupakan salah satu target tujuan TPID tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk mendukung kebijakan stabilisasi harga. Meski bisa dilakukan pemantauan harga, namun aplikasi ini masih belum benar-benar memanfaatkan pola kenaikan harga yang sudah diinput didalamnya
Senada denan itu, bulan Juni 2017 yang lalu, Forum koordinasi pengendalian inflasi (FKPI) Provinsi Jawa Barat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-jawa barat meluncurkan salah satu EWS harga pangan dalam bentuk suatu aplikasi. Aplikasi Portal harga Pangan (Priangan) ini menggunakan empat indikator threshold yang merujuk ke empat kategori. Threshold pertama adalah kenaikan harga sebesar diatas 5% yang dikategorikan sebagai normal, kenaikan harga diatas 8% yang dikategorikan waspada, kenaikan harga sebesar diatas 12% sebagai kategori siaga dan kenaikan harga diatas 20% sebagai kritis. Aplikasi ini dianggap efektif karena tidak hanya memberikan warning terkait kenaikan harga yang tengah terjadi, namun juga bisa menjadi media komunikasi antar pejabat berwenang, bahkan untuk melakukan virtual meeting. Namun sama dengan PIHPS, aplikasi ini belum memanfaatkan analisis pola kenaikan harga didalamnya sebagai salah satu threshold.
Jika melihat EWS yang sudah dibangun beberapa Kementrian dan Lembaga terkait selama ini, EWS tersebut dihasilkan setelah adanya kenaikan harga dan bukan sebelum adanya kenaikan harga. Padahal jika kenaikan harga dapat diprediksi dengan melihat pola inflasi komoditas tiap bulannya dari tahun ke tahun, penggunaan threshold atau ambang batas bisa diaplikasikan tidak hanya pada kenaikan harga yang sudah terjadi, namun juga pada kenaikan harga yang belum terjadi. Hal ini sebagai bentuk EWS yang benar-benar “early”.



Threshold sebagai EWS Inflasi
Pada workshop yang diadakan BPS di Solo pada 23 september 2017 lalu, Deputi Kepala BPS Bidang Distribusi dan Jasa, Yunita Rusanti memaparkan, bahwa dari  hasil pengamatan selama ini, masyarakat meminta pemerintah untuk melakukan intervensi harga pada beberapa bahan makanan saat harga melonjak di ambang batas tertentu. Dua komoditas volatile food yang pernah mengalami kondisi tersebut adalah Beras dan Cabai. Dalam paparannya Yunita menyampaikan bahwa masyarakat meminta intervensi pemerintah saat harga beras naik 3-5% dan pada saat harga cabai naik 25 -75%. Lanjutnya, sebagai catatan bahwa rata-rata budget pengeluaran masyarakat di perkotaan adalah sekitar 5% untuk beras dan 1% untuk cabai.
Masih dalam kesempatan yang sama Yunita menyampaikan, jika hasil pengamatan tersebut dijadikan bahan acuan empiris, maka suatu komoditas perlu diintervensi jika dampak inflasinya sudah mencapai 0,15%-0,3%. Hal ini dapat menjadi indikator threshold unuk penringatan dini inflasi (inflation early warning system). Dengan adanya indikator threshold ini, kementrian dan lembaga terkait dapat lebih leluasa dalam menyusun dan memberikan bebagai bentuk intervensi, baik berupa operasi pasar, perubahan tarif pajak, subsidi kuota dsb. Artinya jika diprediksi dampak inflasi suatu komoditas akan mencapai 0,15%-0,30% pada suatu rentang waktu tertentu, maka pemerintah sudah bisa bersiap untuk menyusun langkah intervensi yang tepat rentang waktu  tersebut.
Lebih jauh, Indikator threshold ini tidak hanya bisa digunakan secara nasional, namun juga bisa diterapkan secara otonom sesuai kebutuhan masing masing daerah. Sebagai contoh di Kota Ternate, pada tahun 2017 komoditas volatile food  yang andil/dampak inflasi tahunannya masuk dalam batas threshold 0,15%-0,30% adalah Beras dan Ikan Cakalang, masing-masing sebesar 0,16% dan 0,23%. Jika ditelaah lebih lanjut, kedua komoditas tersebut menyumbang andil inflasi tinggi di bulan-bulan tertentu dalam satu tahun. Jika kondisi ini bisa diprediksi, di masa mendatang, maka pemerintah ataupun TPID Kota Ternate bisa merancang langkah-langkah intervensi lebih dini untuk mengendalikan inflasi pada komoditas tersebut.



Threshold EWS Inflasi di  Maluku Utara
            Pengendalian inflasi secara nasional dianggap sudah mencapai target pada tahun 2017. Hal ini tentunya diharapkan dapat dipertahankan. Salah satunya adalah dengan mengenali pola kenaikan harga yang terjadi dan mempersiapkan rencana kerja pengendalian sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan threshold yang dikombinasikan dengan prediksi kenaikan harga melalui analisis pola, bisa menjadi salah satu bentuk  EWS terhadap inflasi.
Jika EWS sejenis dapat dihadirkan di Maluku Utara, maka pemerintah daerah maupun TPID dan Kementerian serta Lembaga terkait dapat segera menyusun bentuk intervensi pasar yang dibutuhkan sebelum terjadi kenaikan harga, baik karena musim ataupun pola distribusi. Karena pada dasarnya intervensi langsung pemerintah dapat berdampak nyata dalam pola konsumsi masyarakat.(*)



*Telah dipublikasikan di harian Malut Post Edisi Selasa, 16 Januari 2018 


artikel lainnya yang telah dipublikasikan media :

Thank You for Reading My Blog!

Kalau tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke siapapun yang kalian pikir perlu ikut membaca :)

Comments

    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment